Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BANGKINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2021/PN Bkn MARIATUL KOPTIAH Resor Kampar Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 17 Feb. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2021/PN Bkn
Tanggal Surat Rabu, 17 Feb. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1MARIATUL KOPTIAH
Termohon
NoNama
1Resor Kampar
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

DASAR  DAN  FAKTA-FAKTA HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

Bahwa GUGATAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 77 Undang Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut :

 

Pasal 77 KUHAP :

 

Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini tentang :

Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihenti kan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 

Pasal 78 KUHAP  : 

 

Yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 adalah praperadilan.
 Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera.

 

Bahwa lembaga Praperadilan yang keberadaannya diatur dalam KUHAP dalam Pasal 77 s/d Pasal 83 adalah berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum didalam melakukan penyidikan atau penuntutan.

 

Bahwa perlu juga kita mengetahui tentang lembaga Praperadilan dimana terinsfirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adaya hak Hobeas Corpus  dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak azasi manusia khususnya hak kemerdekaan, Habeas Corpus Act  memberikan hak kepada seseorang untuk menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil agar benar-benar sah dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, hak ini sebentuk  surat perintah dari pengadilan, hal ini untuk menjamin tidak terjadinya perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa, tindakan itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak azasi manusia.

 

Bahwa tujuan Praperadilan sesuai yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan,kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya.

 

Bahwa lembaga Praperadilan adalah sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan hak azasi manusia, telah dituangkan dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau jiwanya KUHAP, yang isinya sebagai berikut :

 

“Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak azasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum  dan peme rintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tanpa kecualinya.”  

 

“Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu dibidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya untuk meningkat kan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”

 

Dalam Penjelasan Umum KUHAP pada angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi :

 

“...Pembangunan  yang sedemikian itu dibidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mantapnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”

 

Bahwa permohonanan pemeriksaan Praperadilan, selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 menyebutkan :

 

Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasar kan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yan diterapkan,

 

Tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang Praperadilan sebagaimana dimaksud didalam Pasal 77 KUHAP.  

 

Dengan kata lain Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar Hak Azasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in casu adalah Pemohon, oleh karenanya tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menjadi objek permohonan Praperadilan.

Bahwa berdasar subtansi pada point 5 diatas maka Pemohon menjelaskan sebagai berikut :

Tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang Penyidik maupun Penuntut Umum  diantaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi Tersangka serta melakukan penangkapan dan penahanan.

 

Penetapan seseorang sebagai Tersangka, khususnya dalam perkara tindak pidana dugaan  pemalsuan  sebagimana yang dimaksud dalam pasal 263 KUHPidana,  yang prosesnya dijalankan oleh Kepala Kepolisian Resor Kampar  melalui Kasat Rekrim sebagai Termohon menerbitkan surat Paanggilan sebagai tersangka yang  menimbulkan akibat hukum berupa terampasnya hak maupun harkat martabat pemohon.

 

Bahwa ditetapkannya seseorang menjadi Tersangka in casu Pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentukan dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan in casu  Pemohon telah dirampas, karena Pemohon ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan Polisi No: LP/233/VII/2019/Riau/Res.Kampar, tanggal 24 Juli 2019

 

 

Bahwa penetapan in casu Pemohon sebagai Tersangka  adalah cacat  prosedur dan yuridis yang mana Pemohon disangka dengan sangkaan melakukan perbuatan dengan pasal 263 KUHPidana,

“ Barang siapa membuat surat atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat tanah, dengan pidana penjara enam tahun.”

 

Termohon tidak cermat dan terkesan memaksakan keyakinan dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka padahal jelas-jelas Pemohon tidak melakukan   atas tuduhan tersebut ( pemalsuan )  dan Termohon tidak menjalankan tugas penyelidikan dan penyidikan dengan baik, termohon tidak pernah meminta saksi-saksi yang mengetahui sebenarnya kejadian tersebut seperti RT/RW, Camat  sewaktu pembuatan surat SKGR , Sekcam Tapung hulu dan sekretaris Desa Kusau Makmur  yang mengetahui proses jual beli antara Pemohon dan penjual /Pelapor Rudi Pasaribu, yang mana surat dasar dan surat Gelobal yang telah dijual oleh Sdr Rudi Pasaribu ( Pelapor ) kepada Pemohon ( Mariatul Koptiah) pernah dipinjam oleh Sdr.Rudi Pasaribu              ( Pelapor ) untuk di foto copy akan tetapi tidak dikembalikan sesuai waktunya sehingga timbulkan surat perintah dari Camat Tapung Hulu untuk memerintahkan Kepala Desa Kusau Makmur Mariaman untuk mengembalikannya. Surat inilah yang dipergunakan oleh di Pelapor ( Rudi Pasaribu ) untuk melaporkan Pemohon dengan tuduhan pemalsuan, padahal pemohon membeli lahan/tanah dari Pelapor untuk apa pemohon memalsukan surat/ tanda tangan pelapor ( Rudi Pasaribu ) , yang jelas-jelas pelapor akan menanda tangani juga surat SKGR tersebut karena pemohon sudah membayar lunas kepada pelapor.

 

Bahwa perlu pemohon sampaikan kepada Bapak Hakim Yang Mulia yang memeriksa perkara ini, bahwa patut diduga tanda tangan pelapor ( Rudi Pasaribu ) yang dia tanda tangani pada surat-surat  jual beli dengan KTP atas nama Rudi Pasaribu sangat berbeda, hal inilah yang menjadi dasar sehingga pemohon dilaporkan dengan tuduhan pemalsuan. Sehingga termohon menetapkan pemohon dengan dugaan pemalsuan belumlah beralasan hukum karena surat-surat jual beli yang dikeluarkan oleh Rudi Pasaribu dengan surat SKGR yang di jual sama Pemohon sama tanda tangannya dan apabila pelapor pakai tanda tangan di KTP nya untuk membuat laporan tentulah berbeda, dan juga apabila dikatakan berbeda mengapa jual beli yang lain ( ada 8 surat ) tidak dilaporkan oleh pelapor karena tanda tangnnya sama dengan tanda tangan Rudi pasaribu ( pelapor ) yang ada di SKGR pemohon.

 

Bahwa atas laporan pelapor dengan tuduhan pemalsuan , pemohon telah mengirim surat kepada Bapak Kapolda Riau tanggal 19 Oktober 2020 hal, laporan palsu/ kriminalisasi dan pemohon sudah memberikan keterangan atas undangan KABIDPROPAM Polda Riau, dan pemohon juga telah melaporkan juga pemohon di Polsek Tapung Hulu dugaan penggelapan.     

 

Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan atau Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal itu bukan berarti kesalahan Termohon tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini lembaga Praperadilan, yang dibentuk untuk melindungi hak asasi manusia (Tersangka) dari kesalahan/kesewe nangan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini penyidik  Resor Dumai. Tentunya hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas telah diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut :

 

Pasal 10 ayat (1) :

 

“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan menggalinya”

 

Pasal 5 ayat (1) :

 

“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”

 

Bahwa apa yang dilakukan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai tersangka adalah salah satu proses dari sistem penegakkan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (penetapan tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan harus dikoreksi/dibatalkan.

 

 

ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

FAKTA-FAKTA

 

Bahwa Pemohon adalah Warga Negara Indonesia .
Pemohon tidak pernah melakukan tindakan penipuan seperti yang dituduhkan oleh termohon, karena pemohon membeli lahan/ tanah pelapor.
Pemohon ditetapkan sebagai tersangka berdasarka surat panggilan Nomor : S.Pgl/56/II/2021 tanggal.... Februari 2021, tanggal surat tidak dibuat.
Bahwa Pemohon merasa diperlakukan tidak adil oleh Termohon karena dalam hal ini pemohon adalah dalam kapasitas sebagai orang yang membeli tanah/lahan kepada pelapor, akan tetapi ditudah memalsukan, dan perlu digaris bawahi bahwa pemohon sudah membayar lunas atas jual beli lahan tersebut .
Bahwa Termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka tidak melalui mekanisme yang patut , karena tidak meminta keterangan daripada orang-orang yang terlibat dalam membuat surat SKGR tersebut dan juga tidak meminta bukti-bukti yang ada  dari pemohon yang membeli lahan /tanah pelapor secara lunas,
Bahwa perlu Pemohon sampaikan kepada Hakim Yang Mulia , dalam permohonan PraPeradilan ini bahwa pemohon adalah pembeli dari lahan yang dijual pelapor yang harga dan cara pembayarannya sudah disepakati oleh kedua belah pihak dan telah dibayar lunas, jadi tidak beralasan Hukum lahan/ tanah tersebut suratnya pemohon palsukan.    

 

 

TENTANG HUKUMNYA

 

Termohon telah keliru menetapkan Pemohon sebagai Tersangka,  Pemohon dalam  Perkara Pidana diduga melakukan tindak pidana pemalsuan sesuai pasal 263 KUHP .

 

Bahwa Pemohon dalam hal ini tidak ada melakukan pemalsuan surat SKGR, karena pemohon setelah ditanda tangani surat oleh RT/RW setempat yang mana telah berkomunikasi terlebih dahulu kepada kepala Desa Kusau Makmur sebelum ditanda tangani, dan mengatakan bahwa surat asli ada sama dia, dan barulah RT/RW setempat mau tanda tangan surat SKGR pemohon, dan setelah itu atas suruhan pelapor ( Rudi Pasaribu ) agar surat diberikan kepada Kepala Desa Kusau Makmur untuk ditindak lanjuti, dan setelah Pelapor tanda tangan barulah diberikan pada Pemohon, jadi atas dasar apa termohon mengatakan adanya dugaan pemalsuan surat SKGR yang dilakukan oleh Pemohon, karena dalam hal ini pemohon adalah pembeli yang baik dan dilndungi oleh Undang-undang dan juga tidak ada alasan hukum bagi  pemohon untuk  memalsukan surat yang pemohon beli pada pelapor.  

 

Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka sudah semestinya menurut hukum Pemohon memohon agar Pengadilan Negeri  Bangkinang  melalui hakim yang memeriksa gugatan Praperadilan ini berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut :

 

Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

 

Menyatakan penetapan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan surat panggilan Nomor : S.Pgl/56/II/2021/Reskrim tanggal, ...... Februari 2021 tidak beralasan Hukum atau tidak sah.

 

Menyatakan tindakan yang dilakukan oleh Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka adalah tidak sah  karena belum cukup bukti.

 

Menyatakan tidak sah segala ketetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon.

 

Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini menurut hukum.

 

Atau apabila Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

Pihak Dipublikasikan Ya