Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BANGKINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2021/PN Bkn AZIA Als ZIA Binti HASYIM Cq Polda Riau Cq Polres Kampar Cq Polsek Tapung Hilir Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 18 Okt. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2021/PN Bkn
Tanggal Surat Senin, 18 Okt. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1AZIA Als ZIA Binti HASYIM
Termohon
NoNama
1Cq Polda Riau Cq Polres Kampar Cq Polsek Tapung Hilir
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Pekanbaru, 18 Oktober 2021

Kepada Yth.,Bapak / Ibu

Ketua Pengadilan Negeri Bangkinang

Jl. Letnan Boyak No.77

Di

        Bangkinang Kab Kampar

 

Perihal : PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

Dengan hormat,

Perkenankan kami, AIDIL FITSEN, S.H, SUTRISNO S.H, dan MARLINI OCTAVIA,SH adalah Advokat dan Penasehat Hukum pada Kantor Advokat / Pengacara “AIDIL FITSEN, S.H. & PARTNERS, beralamat di Jl.Markisa No 24 Kel Wonorejo Kec Marpoyan Damai Pekanbaru, Hp.081371397555 - 085271889941, dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 07 Oktober 2021 (terlampir) bertindak untuk dan atas nama:

 

Nama                  : AZIA Als ZIA Binti HASYIM (Alm)

Jenis kelamin        :Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat / Tgl lahir :Pekanbaru / 21Januari 1972

Pekerjaan            :Mengurus Rumah Tangga

Alamat                :Dusun IV Plambayan RT 036 RW 09 Desa Kota Garo Kec Tapung

                          Hilir Kab Kampar

 

untuk selanjutnya disebut -----------------------------------------------------PEMOHON;

———--------------------—————–M E L A W A N—————------------—————–

KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq KEPALA KEPOLISIAN DAERAH RIAU Cq KEPALA KEPOLISIAN RESOR KAMPAR Cq KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR TAPUNG HILIR yang beralamat di Simpang Gelombang Desa Kota Garo Kec Tapung Hilir Kab Kampar.

selanjutnya disebut sebagai --------------------------------------------------TERMOHON

 

 

 

 

 

PEMOHON dengan ini  mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN terhadap TERMOHON sehubungan dengan penetapan Tersangka serta penangkapan sesuai dengan surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap / 28 / VIII / 2021 / Reskrim tertanggal 19 Agustus 2021 dan penahanan sesuai dengan surat perintah penahanan Nomor : Sp.Han / 24 / VIII /2021 / Reskrim tertanggal 19Agustus 2021, yang dilakukan penahanan di rumah tahanan Negara Polsek Tapung Hilir untuk selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 25 Agustus 2021 s/d 13 September 2021 dalam kasus dugaan tindak pidana pidana ”Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, membeli, menerima, menjual, mengedarkan dan atau menjadi perantara atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika Golongan I (bukan tanaman) jenis shabu” yang terjadi pada hari kamis tanggal 19 Agustus 2021 sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 114 ayat (2) dan atau 112 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

 

Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut:

 

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

a. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

b. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

c. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah: Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

d. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum.

Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

e. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :

Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
Dan lain sebagainya

f. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

Mengadili,

Menyatakan :

Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :

[dst]
[dst]
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasukPenetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;

g. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

I.   FAKTA-FAKTA HUKUM

Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal 109  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut:

 

Pasal 77 KUHAP berbunyi: “Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”

 

Pasal 1 angka 14 KUHAP, “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Kapan seseorang dapat ditetapkan menjadi tersangka? Karena ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP di atas menyaratkan adanya “bukti permulaan”, maka kita harus melihat, apa yang dimaksud dengan “bukti permulaan” itu.

 

bahwa KUHAP tidak menjelaskan lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan “bukti permulaan”, khususnya definisi “bukti permulaan” yang dapat digunakan sebagai dasar penetapan tersangka. Penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan “bukti permulaan” hanya disinggung secara tanggung dan tidak menyelesaikan masalah oleh KUHAP dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP, yang berbunyi:

“Yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14.”

Karena KUHAP tidak mendefinisikan lebih lanjut mengenai apa itu “bukti permulaan yang cukup”, khususnya yang dapat digunakan sebagai dasar menetapkan seseorang menjadi tersangka, maka kita harus mencari definisi tersebut dari sumber yang lain. Pada faktanya, beberapa undang-undang di Indonesia merumuskan mengenai apa yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” tersebut. Pasal 1 angka 26 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjelaskan bahwa :

 

“Bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.”

 

Bahwa PEMOHON dalam kedudukanya sebagai pihak yang dirugikan akibat Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia dan dengan dikeluarkanya surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap / 28 / VIII / 2021 / Reskrim tertanggal 19 Agustus 201 dan surat Perintah Perpanjangan Penangkapan Nomor : SP.Kap/28.a / VIII/2021/Reskrim tertanggal 25 Agustus 2021 dan serta penahanan sesuai dengan surat perintah penahanan Nomor : Sp.Han / 24 / VIII /2021 / Reskrim tertanggal 19 Agustus 2021, yang dilakukan penahanan di rumah tahanan negara Polsek Tapung Hilir untuk selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 25 Agustus 2021 s/d 13 September 2021 dalam kasus dugaan tindak pidana pidana ”Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,menguasai,membeli,menerima, menjual,mengedarkan dan atau menjadi perantara atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika Golongan I (bukan tanaman) jenis shabu” yang terjadi pada hari kamis tanggal 19 Agustus 2021 sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 114 ayat (2) dan atau 112 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

 

Bahwa adapun kronologis Tindakan Upaya Paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan oleh Termohon terhadap Pemohon adalah sebagai berikut:

 

Bahwa pemohon telah ditangkap oleh termohon berdasarkan pada hari kamis tanggal 21 Agustus 2021 sekira pukul 16.00 wib anggota Reskrim Polsek Tapung Hilir mendapat informasi dari masyarakat bahwa seringnya terjadi transaksi narkotika dirumah sdri AZIA Als ZIA didusun IV Plambayan desa kotagaro Kec Tapung hilir Kab Kampar mendapat informasi tersebut Anggota Reskrim Polsek Tapung Hilir langsung melakukan penggeledahan ditemukanlah 77 (tujuh puluh tujuh) Paket diduga Narkotika Jenis Shabu yang dibungkus dengan plastic bening berada didalam celana yang terletak didalam kamar milik pelaku, kemudian dilakukan introgasi kepada sdri AZIA Als ZIA dan ianya mengakui bahwa barang bukti shabu didapat dari sdri SINOP (DPO) kemudian tersangka dan barang bukti dibawa ke Polsek Tapung Hilir untuk penyidikan lebih lanjut.
Bahwa perlu juga kiranya pemohon uraikan kembali kronologis terjadinya penangkapan pemohon yaitu pada tanggal 19 Agustus 2021 sekira jam 13.00 wib ketika pemohon sedang berbelanja di Pasar dan dipanggil oleh Anak termohon, menyampaikan ada beberapa orang anggota polisi datang kerumah dan dengan tujuan ingin membagikan sembako kepada pemohon di rumah.

 

Bahwa atas panggilan dan kedatangan beberapa orang anggota polisi tersebut dengan tanpa ada perasaan akan ditangkap dan tidak ada kekwatiran, maka pemohon langsung pulang kerumah.

 

Bahwa ketika Pemohon tiba di rumah tepatnya disamping rumah belakang langsung ditodongkan pistol oleh seorang anggota Polisi yang berpakain baju kaos Polisi dan meminta kepada Pemohon untuk menunjukan barang bukti berupa Narkoba yang diduga disimpan oleh Pemohon, yang atas penodongan senjata tersebut Pemohon sangat terkejut, karena Pemohon tidak mengerti maksud dari petugas polisi tersebut karena tidak pernah memiliki atau menyimpan shabu-shabu ataupun Narkotika sebagaimana yang diminta atau dituduhkan tersebut

 

Bahwa kemudian atas tuduhan yang tidak berdasar tersebut, oleh pihak kepolisian dengan beberapa orang anggota memaksa masuk dan mendobrak pintu belakang rumah Pemohon, dan langsung masuk kedalam masuk rumah dan kamar pemohon, dengan tanpa disaksikan oleh Ketua RT setempat dan setelah ± 1 jam lamanya melakukan pemeriksaan serta penggeledahan dalam rumah Pemohon, ternyata termohon tidak menemukan barang bukti yang diduga disimpan oleh Pemohon.

 

Bahwa beberapa menit setelah dilakukan penggeledahan barulah ada petugas RT ikut datang dan menyaksikan pengeledahan tersebut dan anehnya dalam penggeledahan tersebut juga ada seorang perempuan masuk kedalam kamar milik Pemohon dengan tanpa ada surat perintah ataupun memilki kewenangan untuk masuk rumah milik orang lain tanpa izin pemilik ataupun perintah dari kepala Kepolisian /Termohon yang diketahui bukan Anggota Kepolisian melainkan pekerja lepas di kepolisian memasuki kamar rumah pemohon, dan selama ± 30menit lamanya dikamar baru menemukan barang bukti yang diduga shabu-shabu sebanyak 77 paket dalam plastic di dalam kantong celana dan terbungkus dalam sarung tangan warna merah milik anak pemohon,yang sementara celana tersebut sebelumnya sudah diperiksa oleh pihak anggota kepolisian dan tidak menemukan shabu-shabu/narkoba didalam kantong celana tersebut.

 

Bahwa dapat diduga shabu-shabu tersebut telah dimasukan oleh seorang oknum yang tida dikenal kedalam celana milik anak pemohon, karena tidak dilihat dan disaksikan oleh dua orang saksi pada saat ditemukanya Narkotika tersebut.

 

Bahwa atas temuan tersebut oleh Termohon langsung membawa pemohon dan anak perempuan yang bernama Amel (12) tahun kePolsek Tapung Hilir dalam keadaaan dilakukan borgol, dengan membawa barang bukti shabu-shabu sebanyak 77 paket dan serta barang bukti lainnya Seperti Teropong, Senapan Angin dan barang berharga lainnya dengan tanpa membuat berita acara penyitaan dihadapan petugas RT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (5) “dalam waktu dua hari setelah memasuki dan mengeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan”

 

Bahwa atas tindakan dari Termohon tersebut yang melakukan penggeledahan kedalam rumah klien kami sudah tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalamPasal 33 ayat (1) yaitu adanya izin Ketua Pengadilan Negeri Setempat.ayat (2) tidak ada memperlihatkan surat perintah tertulis dari petugas Kepolisian, ayat (3) setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi, ayat (4) memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala Desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir, sementara perkara aquo bukanlah termasuk perkara tertangkap tangan sedang melakukan transaksi narkoba.

 

Bahwa berdasarkan penjelasan pasal dalam KUHAP tersebut diatas, pemohon tidak menemukan sudah terpenuhinya syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 s/d pasal 5 KUHAP tersebut sehingga tindakan dari pihak Termohon kepolisian Sektor tapung Hilir dapat diduga sudah merupakan tindakan melawan hukum, karena pada saat dilakukan Pengeledahan didalam rumah pemohon, yang pihak termohon memerintahkan pemohon serta petugas RT untuk tetap menunggu diluar kamar dan tidak boleh masuk ke dalam kamar.

 

Bahwa selama proses pemeriksaan dan penangkapan, pihak penyidik selalu memaksa pemohon untuk mengakui barang bukti yang diduga Narkoba yang ditemukan tersebut adalah milik pemohon sementara pemohn karena tidak mengetahui siapa pemilik barang tersebut tetap membantahnya.

 

 

Bahwa juga selama pemeriksaan diri pemohon sebagai tersangka, ternyata termohon tidak melaksnakaan perintah Undang-undang yang berlaku yaitu sebagaimana dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka, dan Pasal 56 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.

 

Bahwa sudah menjadi ketentuan hukum setiap Pendampingan oleh penasehat hukum dalam suatu proses peradilan pidana merupakan hal yang sangat penting bagi tersangka atau terdakwa dikarenakan tersangka atau terdakwa tetap memiliki hak asasi manusia yang melekat pada dirinya dan tidak dapat dikesampingkan pemenuhannya sekalipun kemerdekaannya dibatasi, yaitu hak untuk tidak disiksa; hak untuk dijaga martabatnya; hak untuk dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap dan hak-hak yang melekat lainnya, Pada perkara-perkara dengan ancaman hukuman tertentu, penunjukan Penasehat Hukum untuk mendampingi pembelaan Terdakwa adalah bersifat wajib

 

Bawha tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh termohon kepada pemohon juga sudah melanggar apa yang dimaksud dalam Ketentuan Pasal 70 ayat (2), Pasal 72, Pasal 75 huruf a dan huruf c PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Perkap No. 12 Tahun 2009) sebagai berikut: Pasal 70 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:     “…Setiap tindakan penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang berwenang…”dan ternyata Termohon baru mengeluarkan surat perintah penangkapan dan penahanan setelah 3 (tiga) hari dilakukan penangkapan dan itupun tidak diantarkan oleh termohon melainkan oleh termohon menyuruh anak Pemohon untuk menjemput ke kantor termohon.

 

 

Bahwa setelah berselang 1 (hari) hari dilakukanya penangkapan terhadap diri Pemohon dan anak Pemohon yang bernama Amelia, yang oleh Termohon mengeluarkan anak Pemohon dari sel tahanan karena tidak cukup bukti untuk dilakukan penahanan terhadap diri anak Pemohon, namun tanpa adanya ganti rugi yang dilakukan oleh termohon terhadap diri anak Pemohon.

 

Bahwa kemudian sejak dilakukan Penangkapan dan penahanan terhadap diri pemohon yang masa penahanannya sudah habis yaitu pada tanggal 25 September 2021, namun setelah pemohon melalui kuasanya mempertanyakan surat perpanjangan penahanan tersebut menyatakan bahwa surat perpanjangan penahanan sudah diserahkan kepada tersangka dan setelah dibantah oleh keluarga tersangka tidak pernah menerima surat perpanjangan penahanan tersebut, yang kemudian disampaikan lagi bahwa surat tersebut sudah dititipkan kepada petugas RT setempat, yang oleh keterangan dari kanit tersebut tetap dibantah oleh keluarga Pemohon karena suami pemohon sudah hamper setiap hari bertemu dengan petugas Rt tersebut dan tidak pernah disampaikan surat perpanjangan tersebut, sehingga sangat jelas sekali termohon sudah lalai dan tidak melaknsakan perintah undang-undang dalam melakukan penahanan terhadap diri pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) KUHAP berbunyi “ Perintah penahanan yang diberikan oleh Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 hanya berlaku paling lama dua puluh hari dan ayat (2) apabila diperlukan gunan kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari, yang terhadap perpanjangan penahanan tersebut ternyata telah tidak dipenuhi oleh Penyidik Polsek Tapung Hilir, sehingga secara hukum Pemohon haruslah dikeluarkan demi hukum.

 

Bahwa pada tanggal 9 oktober 2021 atas keterangan dari Termohon tersebut, kuasa hukum pemohon mencoba menghubungi Petugas Rt yang bernama Afrizal tersebut untuk mempertanyakan surat perpanjangan penahanan diri pemohon dan didapat keterangan bahwa ternyata surat perpanjangan penahan tersebut sudah pernah dititipkan oleh termohon kepada petugas RT yang bernama AFRIZAL pada tanggal 2 Oktober 2021, yang setelah dihitung penyerahan surat tersebut kepada petugas RT adalah sudah melewati batas waktu penahanan diri pemohon yatu seharusnya surat perpanjangan dikeluarkan pada tanggal 14 September 2021 hingga 23 Oktober 2021 oleh pihak kejaksaan Negeri Kampar, namun pemohon maupun keluarga pemohon tidak ada menerima surat perpanjangan tersebut, sementara batas waktu penahanan pemohon sudah melebihi batas yaitu 30 hari dan juga tidaklah sesuai prosedur.
Bahwa namun pada tanggal 13 Oktober 2021 ketika suami pemohon bersama kuasa hukum datang membezuk pemohon di rutan polres Kampar di dapat keterangan bahwa pemohon telah menerima surat perpanjangn dari kejaksaan Negeri dalam bentuk scand (tidak asli) dari penyidik termohon, yang atas penerimaan surat perpanjangan tersebut setelah pemohon hitung batas waktu penahanan pemohon sudah melewati batas waktunya yaitu selama 30 hari pemohon dilakukan penahanan dengan tanpa surat perpanjangan penahanan, oleh karenya tindakan dari termohon tersebut adalah tindakan sewenang-wenang dan melanggar hak azazi pemohon, oleh karenanya haruslah dikeluarkan demi hukum.

 

Bahwa perlu juga kiranya kami sampaikan kepada yang mulia yang menyidangkan perkara ini, pemohon menduga dalam hal tindakan penggeladahan serta penagkapan terhadap diri pemohon ini diduga penuh dengan rekayasa untuk menangkap pemohon karena sebelumnya dilakukanya penggeladahan oleh termohon didapat informasi dari warga ada seorang yang tidak dikenal sedang melakukan pengintaian kerumah pemohon dan dapat diduga orang tidak dikenal tersebutlah yang memasukan narkoba kedalam celana milik anak Pemohon.

 

Bahwa ada kejanggalan lain lagi dimana beberapa bulan sebelumnya juga sudah pernah dilakukan penggeledahan sebanyak 5 (lima) kali untuk mencari narkoba yang diduga disimpan dirumah pemohon namun tidak pernah ditemukan, sehingga sangat jelas sekali tindakan termohon tersebut sudah menjadikan rumah pemohon sebagai target sebagai pelaku penggedar narkoba dengan alasan informasi dari masyarakat, sementara selama ini justru pemohonlah yang selalau memberikan informasi kepada termohon bahwa seringnya terjadi peredaran narkoba di daerah pemohon, namun justru pemohonlah yang ditargetkan sebagai pelakunya.

 

Bahwa sehingga tindakan termohon praperadilan yang telah melakukan upaya paksa dan serta melakukan penggeledahan dengan tanpa dihadiri oleh petugas Rt setempat sebelum penggeledahan, dan serta tanpa surat izin dari Pengadilan Negeri adalah merupakan tindakan melawan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan/KUHAP

 

Bahwa kemudian Termohon juga telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan mengeluarkan surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap / 28 / VIII / 2021 / Reskrim tertanggal 19Agustus 201 dan penahanan sesuai dengan surat perintah penahanan Nomor : Sp.Han / 24 / VIII /2021 / Reskrim tertanggal 19Agustus 2021, yang dilakukan penahanan di rumah tahanan Negara Polsek---------Polsek Tapung Hilir untuk selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 25 Agustus 2021 s/d 13 September 2021,yang sementara penetapan tersangka tersebut belumlah memenuhi dua alat bukti yang sah sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang, karena Pemohon ditangkap pada saat pulang dari Pasar dan kemudian ditemukan shabu-shabu dalam celana anak pemohon, sementara Pemohon tidak mengetahui bagaimana bentuk shabu-shabu tersebut dan bagaimana pula bisa berada di dalam celana anak pemohon, yang dapat diduga semua tindakan tersebut penuh dengan rekayasa semata.

 

Bahwa kemudian sejak dikeluarkannya surat perintah penangkapan dan penahanan atas diri Pemohon yang seharusnya Pemohon sudah menerima surat perpanjangan dari kejaksaan Negeri pada tanggal tanggal 14 September 2021 hingga 23 Oktober 2021 namun pemohon baru menerima surat perpanjangan dari kejaksaan Negeri pada tanggal 13 Oktober 2021 dalam bentuk scand (tidak asli) dari penyidik termohon dan pada tanggal 16 Oktober 2021 barulah Pemohon menerima kembali surat perpanjangan asli yang menurut Pemohon sangat jelas sekali Termohon sudah melakukan perbuatan melawan hukum karena sudah melewati batas waktu penahanan selama 33 (Tiga Puluh Tiga) hari lamanya Pemohon sudah ditahan tanpa prosedur dan secara hukum surat perpanjangan tersebut adalah tidak sah dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, karena sudah lewat waktu penahananya.

 

Bahwa dari proses penggeledahan dan pengkapan serta keterangan saksi-saksi yang ada dalam berkas perkara atas nama tersangka AZIA ALS ZIA BINTI HASYIM (ALM) pemohon meyakini perbuatan yang dituduhkan kepada pemohon belum atau tidak memenuhi unsur delik yang disangkakan melanggar pasal”Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, membeli, menerima, menjual, mengedarkan dan atau menjadi perantara atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika Golongan I (bukan tanaman) jenis shabu” yang terjadi pada hari kamis tanggal 19 Agustus 2021 sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 114 ayat (2) dan atau 112 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

 

Bahwa disamping itu, apabila dicermati Penetapan Pemohon Praperadilan sebagai Tersangka, berdasarkan : “ Berita Acara Pemeriksaan Tersangka Hasil Pemeriksaan pada tingkat penyidikan, belum lah dapat dikatakan cukup bukti untuk menetapkan pemohon sebagai Tersangka karena pada saat dilakukan penangkapan sebelumnya pemohon sedang berada di Pasar dan tidak sedang----sedang melakukan transaksi narkoba, dan kemudian pada saat dilakukan Penggeledahan di kamar pemohon barang bukti narkoba ditemukan didalam celana milik anak pemohon, yang sementara celana anak pemohon tersebut saat itu berada dijemuran kain diluar rumah, dan kemudian pada saat dilakukan penggeledahan jendela kamar rumah pemohon sedang terbuka, sehingga dapat diduga pada saat dilakukan penggeldahan didalam kamar pemohon ada pihak-pihak atau oknum yang tidak bertanggung jawab mengambil kain celana anak pemohon dijemuran dan serta memasukanya kedalam kamar pemohon dan kemudian memasukan Narkoba ke dalam celana anak pemohon, sehingga bagaimana bisa termohon bisa menetapkan pemohon sebagai tersangka karena TIDAK DIKETAHUI SIAPA PEMILIK DARI NARKOTIKA YANG DITEMUKAN TERSEBUT dan jelas tidak memenuhi dua alat bukti yang sah dalam menentukan pemohon sebagai tersangka pemilik barang tersebut, hal ini juga sesuai keterangan tersangka dan terhadap adanya nama SINOP SELAKU PEMILIK BARANG adalah karena tersangka selalu dipaksa mengakui siapa pemilik barang tersebut maka pemohon akhirnya menyebut nama orang-orang tidak dikenalnya hanya demi menyelamatkan anak pemohon yang ikut dilakukan penangkapan, sementara pemohon juga tidak mengenal siapa nama SINOP tersebut dan sudah seharusnyalah Termohon Praperadilan menghentikan penyidikan perkara demi hukum.

 

II.    PENANGKAPAN TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR 

       KETENTUAN KUHAP

 

BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKAN PEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA;

 

Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan KUHAP, maka tindakan TERMOHON menunjukkan ketidak patuhan akan hukum, padahal TERMOHON sebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam kualitas sebagai PENYIDIK seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam hal ini PEMOHON dalam hal pelaksanaan hukum. Hal ini sesuai dengan perintah Pasal 7 ayat (3) KUHAP sebagai berikut:

“…Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku…“

 

 

Demikian pula ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur sebagai berikut:

“…Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia…”;

 

Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan penangkapan, sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan oleh TERMOHON kepada PEMOHON adalah TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP. Dengan demikian, jika seandainya menolak PERMOHONAN PRAPERADILAN a-quo, penolakan itu sama saja dengan MELETIGIMASI  PENANGKAPAN  YANG  TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON DAN MELETIGIMASI PENGAKUAN DARI TERSANGKA UNTUK MENGAKUI PERBUATAN YANG TIDAK PERNAH DILAKUKAN OLEH PEMOHON DAN PELANGGARAN HAK ASASI YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON;

 

IV.    PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM MENIMBULKAN KERUGIAN BAGI PEMOHON

 

BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKAN PEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA;

 

Bahwa tindakan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadap PEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON;

 

Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur sebagai berikut:

 

Pasal 9 ayat (1):

“…Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)…”

 

 

Pasal 9 ayat (2):

“…Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah)…”

Merujuk pada pasal tersebut di atas di mana fakta membuktikan bahwa akibat penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);

 

Bahwa di samping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian Immateriil berupa:

Bahwa PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadap PEMOHON telah menimbulkan trauma hidup, stress, ketakutan serta penderitaan bathin, di mana jika dinilai dalam bentuk uang adalah sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah);

 

Bahwa kerugian-kerugian Immateril tersebut di atas selain dapat dinilai dalam bentuk uang, juga adalah wajar dan sebanding dalam penggantian kerugian Immateriil ini dikompensasikan dalam bentuk TERMOHON Meminta Maaf secara terbuka pada PEMOHON lewat Media Massa di Koran Riau Pos dan Tribun selama 2 (dua) hari berturut-turut.

 

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri Bangkinang agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Cq. Hakim Yang MemeriksaPermohonan ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut:

 

Memerintahkan agar TERMOHON dihadirkan sebagai pesakitan dalam persidangan a-quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM;

 

Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghadirkan PEMOHON Prinsipal atas nama AZIA als ZIA Binti HASYIM  dalam persidangan a-quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM;

Selanjutnya mohon Putusan sebagai berikut:

 

Menerima Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;

 

Menyatakan tindakan penangkapan atas diri PEMOHON Tidak Sah Secara Hukum karena melanggar ketentuan KUHAP;

 

Memerintahkan kepada TERMOHON agar segera mengeluarkan / membebaskan PEMOHON atas nama AZIA ALS ZIA BINTI HASYIM (ALM)dari Rumah Tahanan Negara Kepolisian Resort kampar;

 

Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti Kerugian Materiil sebesar Rp. 3.000.000, (tiga juta rupiah) dan Kerugian Immateriil sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), sehingga total kerugian seluruhnya sebesar Rp.103.000.000,-(seratus tiga juta rupiah) secara tunai dan sekaligus kepada PEMOHON;

 

Menghukum TERMOHON untuk Meminta Maaf secara terbuka kepada PEMOHON lewat Media Massa di Koran Riau Pos dan Tribun selama 2 (dua) hari berturut-turut;

 

Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya.

 

ATAU,

Jika Pengadilan Negeri Yogyakarta berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Hormat kami,

Kuasa Pemohon Praperadilan

 

 

 

AIDIL FITSEN,SH                   SUTRISNO,SH               MARLINI OCTAVIA,SH

 

Pihak Dipublikasikan Ya